Slot Deposit 5000 — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti dampak signifikan dari penundaan pengumuman besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 terhadap perencanaan bisnis perusahaan. Ketidakpastian ini disebut menghambat penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang seharusnya sudah final beberapa bulan lalu.
Dampak pada Perencanaan Bisnis
Bob Azam, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, mengungkapkan bahwa dokumen RKAP yang idealnya telah selesai pada September kini terpaksa molor akibat belum adanya kepastian mengenai persentase kenaikan upah untuk tahun depan.
“Banyak perusahaan seharusnya sudah mengetahui rencana bisnis tahun depan sejak beberapa bulan lalu. Jika pemerintah menyusun RAPBN sekitar Agustus, maka perusahaan biasanya merampungkan RKAP pada September. Kini sudah memasuki Desember, kondisi ini jelas sangat terlambat,” ujar Bob dalam konferensi pers Economic & Labour Insight di Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).
Pentingnya Kepastian Formula
Untuk menjaga stabilitas perencanaan tahunan perusahaan, Apindo mendesak pemerintah agar tidak lagi mengubah formula upah minimum setelah bulan Agustus atau paling lambat menjelang akhir tahun. “Kami berharap tidak ada lagi perubahan-perubahan di akhir tahun karena hal tersebut dapat mengacaukan rencana perusahaan,” tegas Bob.
Saai ini, Apindo masih menunggu keputusan resmi dari Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengenai formula upah minimum yang akan diatur melalui Peraturan Pemerintah. Bob berharap dengan adanya kepastian formula tersebut, pemerintah daerah dapat segera menetapkan UMP berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi masing-masing wilayah.
Prinsip Pengupahan yang Berkeadilan
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menyatakan dukungan terhadap penerapan formula pengupahan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36/2021 junto PP Nomor 51/2023 tentang Pengupahan, yang telah diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi.
Shinta menekankan tiga prinsip penting dalam penetapan upah minimum:
Pertama, nilai alpha (α) harus tetap proporsional dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, produktivitas daerah, dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Kedua, penetapan upah minimum sektoral harus dilakukan secara ketat hanya untuk sektor yang memenuhi kriteria sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
Ketiga, seluruh elemen perhitungan pengupahan, termasuk KHL, harus mengacu pada data objektif seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS untuk menjamin transparansi dan akurasi.
“Implementasi kebijakan ini harus berhati-hati agar tidak membebani sektor yang belum siap, sekaligus menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan daya tahan usaha,” pungkas Shinta.
Dengan adanya kepastian yang cepat mengenai UMP 2026, diharapkan dunia usaha dapat melanjutkan perencanaan bisnisnya secara optimal sambil tetap menjamin kesejahteraan pekerja.